Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta pemerintah, dalam hal ini Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) untuk memasukkan pabrik gula rafinasi ke dalam daftar negatif investasi (DNI).
Hal tersebut dilatarbelakangi melemahnya daya saing industri gula dalam negeri karena kebijakan impor gula yang semakin longgar serta kemudahan izin pabrik rafinasi di dalam negeri.
Saat ini diharapkan pemerintah untuk segera memasukkan pabrik gula rafinasi ke dalam daftar negatif investasi.
Saat ini setidaknya terdapat 11 pabrik gula rafinasi di dalam negeri dengan kapasitas terpasang (install capacity) mencapi lima juta ton.
Sementara itu, mulai ada pengajuan permohonan izin impor dari pabrik gula baru hampir 800.000 ton untuk kapaistas tidak terpakai (iddle capacity).
Itu artinya produksi bertambah 5,8 juta ton dan kalau ditambah dengan produksi dalam negeri sebesar 2,5 juta ton, terdapat 8,3 juta ton.
Padahal kebutuhan konsumsi dalam negeri hanya 5,7 juta ton. Jika pemerintah selalu mencari jalan keluar dengan cara mengimpor, dampaknya akan mematikan petani tebu dalam negeri.
Potensi pasar gula di Indonesia sangat besar dan jika industri gula dalam negeri mati, harga gula bisa dikendalikan oleh pasar dunia.
Tidak ada cara lain, petani gula harus diselamatkan, harus ada regulasi yang membela petani tentu dengan ‘law enforcement’.
Selain mengupayakan akan pabrik gula rafinasi ke dalam DNI, dia juga mengatakan harus dilakukan revitalisasi pabrik gula dan revitalisasi tanaman tebu dari yang saat ini 470.000 hektare menjadi 750.000 hektare.
Jika rata-rata produksi 100 ton per hektare, maka akan didapatkan 75 ton per hektare.
Dengan rendemen ditingkatkan menjadi 10 persen makan 75 ton tebu menghasilkan 7,5 ton gula. Dengan konsumsi 5,7 juta ton, kita sudah surplus.
Untuk itu perlu adanya kebijakan yang berpihak kepada petani tebu, sehingga dapat meningkatkan daya saing produksi dalam negeri.
Kendalanya banyak, yaitu pupuk, pembiayaan tidak datang tepat waktu, kami mendorong pemerintah untuk melindungi industri gula dalam negeri.