Tingginya tingkat pencemaran limbah domestik ke sungai membuat ketersediaan sumber air baku menurun. Oleh sebab itu, diperlukan metode yang bisa mengurai material pencemar yang tidak mengandalkan proses pemurnian secara konvesional.
Sebab, semakin tingginya tingkat pencemaran, membuat peralatan pemurnian air konvensional sulit bekerja dan justru membutuhkan lebih banyak bahan kimia.
Mencermati hal tersebut, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun telah memiliki serangkaian teknologi untuk memurnikan air gambut, limbah, air hujan menjadi air baku yang layak digunakan.
Pada 15 September 2015 target Millenium Developments Goals (MDGs) selesai dan masalah air minum atau air bersih masih menyisakan masalah.
Sumber air saat hujan melimpah tapi tidak bisa langsung dimanfaatkan. Saat kekeringan membuat sumber air sedikit dan perncemaran limbah domestik membuat kualitas air baku berkurang.
Akses air minum hingga tahun 2015 di perkotaan baru diakses 72 persen dan perdesaan 65 persen. Sedangkan dalam tujuan jaminan ketersediaan air bersih dan sanitasi dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019 seluruh masyarakat perkotaan dan perdesaan harus sudah memiliki akses 100 persen sumber air minum aman dan fasilitas sanitasi layak.
Melihat kondisi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kekurangan air baku yang aman, masyarakat pesisir yang sulit mendapatkan air bersih memerlukan terobosan untuk menciptakan ketersediaan air baku yang layak tersebut.
Teknologi yang sudah dikembangkan BPPT untuk pengolahan air bersih dan minum misalnya filtrasi sederhana, teknologi pengolahan air gambut, pengolahan air mengandung mangan dan besi, air hujan, filtasi dengan membran dan daur ulang limbah. Selain itu teknologi biofiltrasi dan ultrafiltrasi juga dapat digunakan untuk perbaikan kualitas air baku PDAM.