Habis Padi, Terbitlah Hamparan Mole

by

Hamparan Mole adalah pemandangan yang akan Anda temui di Kecamatan Tomo, kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat, setiap bulan Mei-Agustus. Para petani serempak menanam mole setelah panen padi.

Penanaman Mole ini adalah tradisi turun menurun yang sudah dilakukan lebih dari seratus tahun yang lalu.

Mole adalah jenis tembakau Nicotiana tabacum. Menurut peneliti di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) di Malang, Jawa Timur, Ir Anik Herwati MP, mole merupakan jenis tembakau lokal yang bercita rasa dan beraroma khas. Di sentra mole Sumedang, terdapat tiga jenis, yakni mole putih, hitam, dan merah.

Kecamatan Tomo merupakan produsen terbesar Mole putih. Mole putih merupakan rajangan daun tembakau yang dijemur selama satu bulan.

Penjemuran daun tembakau dikombinasi dengan pengembunan mulai hari ke-15 sampai ke-30 menghasilkan warna merah, maka disebut mole merah. Rasa mole merah dan hitam lebih keras. Cocok untuk perokok kelas berat. Sentra tembakau mole merah berada di Kecamatan Pamulihan, Rancakalong, dan Tanjungsari.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah penghasil tembakau di Jawa Barat selain Kabupaten Garut dan Majalengka.

Setelah tanam pada umur 60 hari Mole siap panen . Saat itu tinggi tanaman sekitar satu meter dan terdiri atas 12 – 15 daun. Namun, kebanyakan pekebun tidak memanen sendiri. Mereka menjual langsung tanaman di lahan kepada pengepul.

Kualitas mole bergantung pada penjemuran di hari pertama setelah panen. Bila penjemuran mendapatkan sinar matahari cukup yang ditandai daun kering sempurna, kualitas tembakau masuk kelas satu. Namun, sebaliknya jika penjemuran tak cukup atau akibat cuaca mendung, sehingga daun saat dipegang masih terasa lembap, mutu mole dinilai rendah. Mutu berdampak pada harga jual. Saat ini kualitas kelas satu bisa mencapai Rp50.000/kg, sedangkan rendah, Rp15.000/kg.

Bagi petani di Kabupaten Sumedang, menanam tembakau lebih menguntungkan daripada menanam padi. Sebagai gambaran untuk luasan 0,6 ha sawah hanya menghasilkan 14 kuintal padi setara Rp4,2-juta. Biaya produksi mencapai Rp3,5-juta, jadi keuntungannya hanya Rp700.000 per empat bulan masa tanam. Sedangakn jika mereka menanam mole, biaya produksi sama, Edan merekabisa meraup Rp15-juta. Itulah yang membuat  penduduk di Kecamatan Tomo tetap mengikuti jejak nenek-moyang mereka menanam mole.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *