Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mewisuda 261 abdi dalem di Bangsal Kasatriyan, Selasa, sebagai prosesi rutin dua kali dalam satu tahun yang dilakukan untuk mengangkat serta menaikkan pangkat para abdi dalem.
“Wisuda ini rutin dilakukan sebagai upaya keraton untuk memotivasi serta mengapresiasi pengabdian mereka terhadap keraton,” kata putri Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono seusasi memimpin acara wisuda tersebut.
Condrokirono mengatakan dari 261 abdi dalem yang diwisuda tersebut, sebanyak 180 di antaranya merupakan abdi dalem Punakawan atau berasal dari rakyat biasa dan 81 abdi dalem Keprajan atau yang berasal dari aparatur pemerintahan.
Menurut dia, untuk penentuan kenaikan pangkat para abdi dalem selain mengacu usulan para Penghageng Keraton, juga dipertimbangkan dari jumlah absensi para abdi dalem.
“Untuk naik pangkat biasanya dilihat dari prestasinya per tiga tahun sekali, serta dilihat absensinya dia masuk terus atau tidak,” kata dia.
Dalam prosesi wisuda kali ini, menurut dia, untuk abdi dalem Keprajan ada banyak yang berasal dari pensiunan PNS, baik guru, TNI dan Polri.
Salah satu pangeran keraton, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudha Hadiningrat mengatakan dari 261 abdi dalem tersebut, yang mendapatkan kenaikan pangkat “mirunggan” atau secara istimewa ada tiga abdi dalem.
“Kenaikan pangkat “mirunggan” merupakan kehendak atau ketentuan langsung dari Sultan HB X,” kata dia.
Tiga abdi dalem tersebut, antara lain Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rinto Isworo naik jabatan secara istimewa sebagai Wakil Penghageng Kalih (dua) Widya Budaya (bertugas dalam bidang kebudayaan) , serta KRT Kusumo Negoro dan KRT Paku Kusumo menjadi penghageng kalih Tepas Banjar Wilopo (mengelola penataan buku serta manuskrip).
Selain kehendak langsung dari Sultan, menurut Yudha, ketiganya memang dinilai memiliki prestasi menonjol di lingkungan keratron. Seperti KRT Rinto Isworo, dinilai berjasa membuat buku Kalender Sultan Agung atau Kalender Islam versi Jawa, serta KRT Kusumo Negoro dinilai berjasa membuat skema penataan tanah-tanah Kasultanan (Sultan Ground).
“Sementara KRT Paku Kusumo selain banyak membuat karya tulis juga menguasai lima bahasa, termasuk bahasa Jerman dan Spanyol, sehingga jika ada acara atau kunjungan resmi di Keraton beliau yang memandu,” kata dia.
Sementara itu, Yudha menambahkan, dalam prosesi wisuda tersebut, juga ada satu orang yang dicopot kedudukannya sebagai abdi dalem.
Pencopotan itu, menurut dia, dilakukan sebagai hukuman karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran yang tidak dapat lagi dimaklumi oleh pihak Keraton.
“Yang bersangkutan sudah lama tidak sowan (hadir di Keraton) dan menyatakan sendiri tidak ingin menjadi abdi dalem,” kata Yudha yang tidak berkenan menyebut nama orang tersebut.
Dengan pencopotan kedudukan sebagai abdi dalem, maka yang bersangkutan, menurut Yudha, sebagai konsekuensinya nama gelar pemberian dari Sultan harus dilepaskan serta tidak lagi diperkenankan memasuki lingkungan keraton.
“Meskipun sebagai warga biasa, dia dilarang masuk lingkungan Keraton,” kata dia.
Sumber : Antara