Sego Njamoer bukanlah sego yang sudah berjamur. Sego Njamoer adalah nasi putih yang dikepal atau dicetak dan berisi jamur putih yang sebelumnya sudah diberi bumbu khusus dan ditumis. Bisnis ini bermula dari keprihatinannya terhadap para petani jamur di daerah kelahirannya, kemudian ia kemas sedemikian rupa dengan krearif, inovatid dan sangat apik. Perlu anda ketahui, mereka melakoni usaha ini dengan modal nol. Yap, mereka hanya berbekal ide yang didasarkan pada kenyataan – keyataan di sekitar mereka.
Berawal dari kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh Dikti pada tahun 2010, Ega dan timnya yang waktu itu kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya menggagas ide brilian ini. Demi menguatkan landasan untuk memulai mengembangkan sayap bisnis ini, mereka memutar otak agar idenya dapat mendapatkan dana. Dana awalnya tak begitu besar, hanya sejumlah 5 juta rupiah.
Ide Awal
Ide pertama datang dari kawan di timnya, rizki, yaitu ide untuk mengadaptasi makanan di Jepang. Pernah sekali waktu Rizki mengikuti pertukaran pelajar ke negeri sakura tersebut. Di negara tersebut, penjualan nasi dalam bentuk kemasan instan sudah sangat lazim. Namun, yang mereka jual adalah nasi yang di campur dengan ikan, dan bukan jamur.
Sementara mereka terbesit untuk memilih jamur, dengan alasan kandungan proteinnya tinggi.
Sebagai informasi, kandungan gizi didalam jamur ini terbukti baik. Dari hasil penelitian, rata-rata kandungan protein didalamnya mencapai 19-35 persen. Lebih tinggi dari protein beras dan juga gandum. Selain itu , jamur juga memiliki sembilan jenis dari 20 jenis asam amino esensial yang di kenal. Lebih menghenyakkan lagi, 72 persen lemaknya merupakan lemak tidak jenuh. Selain itu, kandungan vitamin dan mineral yang dimiliki jamur juga sangat beragam dan lebih dari satu. Terlebih lagi, kandungan serat dan juga kandungan kalorinya sangat cocok bagi yang sedang melakoni proses diet.
Studi Ilmiah
Selain alasan-alasan ilmiah itu, mereka juga menyakini bisnis ini sangat cocok diterapkan di Indonesia karena rasa jamur yang enak, mudah didapat dan harganya yang murah. Apalagi di lingkungan kampus atau sekolah yang notabene sangat jarang penjualan nasi dengan harga murah. Keberhasilan Sego Njamoer ini telah diakui oleh berbagai kalangan. Selain dari Dikti, prestasi mereka telah memenangkan berbagai macam perlombaan. Sebut saja Winner of Sosro Joytea, Youth Business Competition 2011 Kategori Kuliner, Juara favorit Wirausaha Muda Mandiri 2011, Winner of Shell LiveWire 2011 Business Start Up Award, dan berbagai macam penghargaan lainnya.
Bukan tak menemui kendala. Pada saat awal merintis bisnis ini, lantaran tak satupun paham dengan dunia kuliner, kendala demi kendala pun mereja temui. Sebelum akhirnya menemukan formula yang cocok, mereka sempat menemui kegagalan dalam bereksperimen. Setelah kurang lebih dua bulan berjalan dan belajar, barulah mereka dapat meracik takaran yang sesuai. Baik teknik memasaknya, maupun bumbu yang digunakan untuk memasak jamur tersebut. Saat awal mula bisnis ini berjalan, seluruh proses produksi mereka lakukan di rumah kontrakan di sela-sela melakukan belajar dan juga melakoni kegiatan kampus. Istimewanya, dalam awal bisnisnya, tiap kemasan yang dibandrol seharga 2 ribu rupiah saat itu, laku 50 porsi hanya dalam hitungan 10 menit.
Membaca peluang keberhasilan Sego Njamoer di pasar, Ega dan kawannya kemudian melebarkan bisnisnya dengan sistem frenchise. Dari sistem tersebut, saat ini Sego Njamoer sudah bisa ditemui di berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Jogja. Secara pribadi, Ega berharap bahwa bisnis ini dapat terus berselaras menjawab kebutuhan konsumennya. Dan yang paling penting, pengalaman bisnis ini dapat menjadi inspirasi bagi pemuda dan juga mahasiswa untuk memulai sebuah bisnis. Karena menurutnya, jika mahasiswa mau berbisnis, maka hal tersebut akan sangat bermanfaat. Contohnya sebagai bekal untuk menentukan karier setelah lulus kuliah.
Semakin Meraup Untung Besar
Seiring waktu, bisnis Sego Njamoer ini terus meraup keuntungan. Kebutuhan akan jamur juga semakin meningkat. Mengingat banyaknya outlet yang sudah dibuka. Pada awal berdirinya usaha ini, 200 kilogram jamur tiram dihabiskan dalam waktu satu bulan. Diambil khusus dari Mojokerto. Dan hingga saat ini, penyerapan jamur ini bakan mencapai berton-ton. Mereka sengaja mengambil jamur langsung dari petani. “Untuk membantu mereka, karena penjualan jamur cukup sulit, dan dari petani langsung harganya juga mengikuti harga pasar bukan harga tengkulak,” begitu ujarnya.
Menurut ega, keberhasilan bisnis itu tidak bisa hanya dilihat atau diukur dari banyaknya pendapatan harta kekayaan, tetapi juga seberapa besar manfaatnya bisa terasa bagi orang lain. Merekapun sangat senang, karena dengan bisnis ini, peluang bagi petani jamur di desa-desa untuk memasarkan jamurnya lebih mudah. Bukan hanya dari jamurnya saja, bumbu yang digunakan untuk mengolah jamur tersebut juga mereka pesan dari pengusaha bumbu rumahan, bukan buatan pabrik. Kertas kemasannyapun juga dikerjakan oleh ibu-ibu rumah tangga.
Sumber : undercover.co.id