Tradisi Kawalu Wisatawan Dilarang Masuk Kawasan Baduy Dalam

Wisatawan domestik maupun mancanegara dilarang memasuki kawasan Baduy Dalam di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pasalnya, tanggal 18 Februari 2016 akan dilaksanakan tradisi Kawalu sehingga tertutup bagi masyarakat luar.

Wisatawan harus menghormati dan menghargai keputusan adat karena masyarakat Baduy Dalam sedang menjalani ritual adat peninggalan nenek moyang.

Pelaksanaan kawalu dilaksanakan selama tiga bulan untuk menjalankan tradisi dengan puasa serta berdoa meminta keselamatan bangsa dan negara yang aman, damai, dan sejahtera.

Tradisi kawalu telah berlangsung sejak nenek moyang hingga kini masih dipertahankan oleh suku asing Baduy.

Selama perayaan kawalu, wisatawan domestik maupun mancanegara dilarang memasuki kawasan Baduy Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik.

Suku Baduy Dalam menjalankan tradisi kawalu penuh khusyuk dan penuh sederhana.

Warga Baduy sambil berdoa meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar negara ini diberikan rasa aman, damai, dan sejahtera.

Larangan memasuki kawasan Suku Baduy Dalam akan dipasang peringatan di pintu gerbang Baduy di Ciboleger agar pengunjung menaati hukum adat.

Sebab, tradisi kawalu warisan nenek moyang yang harus dilaksanakan setiap tahun, dirayakan tiga kali selama tiga bulan dengan puasa seharian.

Perayaan kawalu merupakan salah satu tradisi ritual yang dipercaya oleh warga Baduy Dalam sehingga perlu menghargai dan menghormati keyakinan agama yang dianut mereka.

Selama melaksanakan Kawalu, kondisi kampung Baduy Dalam sepi karena mereka berpuasa dan banyak memilih tinggal di rumah-rumah.

Selama kawalu perkampungan Baduy Dalam tertutup bagi pengunjung, sekalipun itu pejabat daerah ataupun pejabat negara.

Mereka menjalankan kawalu karena peninggalan adat yang turun temurun dan harus dilaksanakan.

Setelah berakhir perayaan kawalu, tentunya pengunjung diizinkan kembali mendatangi kawasan Baduy Dalam.

Setelah acara kawalu, satu bulan berikutnya akan dilakukan perayaan acara “Seba” dengan mendatangi bupati dan Gubernur Banten dengan membawa hasil-hasil bumi (pertanian).

Setiap ‘seba’ mereka masyarakat Baduy akan membawa hasil pertanian ladang, seperti gula merah, pisang dan petai.