Masyarakat prihatin dengan kondisi tanah Borneo yang mulai dipangkas sana sini untuk alih fungsi hutan. Beberapa telah gundul, dibakar, bahkan berganti menjadi lahan sawit dan pertambangan.
Sangat disayangkan jika potensi alam yang indah seperti hutan, danau, air terjun, akan berakhir dengan eksploitasi hasil tambang.
Tak ingin kerusakan berlanjut, penduduk setempat memanfaatkan kekayaan Kalimantan dengan membuka tempat wisata. Kampung Linggang Melapeh satu-satunya daerah yang ditetapkan pemerintah sebagai tempat wisata di Kutai Barat.
Letaknya berada di Kecamatan Linggang Bingung, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Sementara di tempat lain, setiap kota atau kabupatennya memiliki ratusan daerah yang ditetapkan sebagai kampung wisata.
Dujadikannya tempat wisata untuk menghindari lahan yang ditumbuhi oleh bukan pohon.
Salah satu tempat wisata kebanggaan Kutai Barat yaitu Danau Aco yang terletak di puncak bukit. Kawasan ini baru dibuka untuk umum pada 2012.
Kelompok Sadar Wisata menentang adanya alih fungsi hutan menjadi pertambangan dan kebun sawit sehingga mereka mendampingi masyarakat sekitar untuk membenahi danau Aco dan beberapa tempat lainnya.
Sampai saat ini orang Dayak sangat bergantung dengan keberadaan hutan. 80 persen suku tersebut masih berjalan-jalan dalam hutan.
Masih banyak kekayaan alam di Linggang Melapeh yang bisa dijadikan tempat wisata. Kampung itu memiliki 27 air terjun yang mayoritas belum dibuka untuk umum karena belum ada akses ke sana.
Salah satu air terjun yang bisa dicapai yaitu Jantur Mapan. Sekilas dari tepi jalan, air terjun ini tidak terlihat. Letaknya bersembunyi di tengah rimbunnya pepohonan.
Untuk mencapai derasnya aliran anak Sungai Mahakam itu, pengunjung harus menuruni tangga dari kayu. Tinggi air terjun sekitar 10 meter. Airnya jernih hingga nampak dasar sungainya.
Selain danau dan air terjun, di puncak kampung Linggang Melapeh juga terdapat lahan wisata edukasi. Di tempat itu ditanami berbagai macam tanaman herbal dan tumbuhan yang jarang ditemui di kota-kota besar.
Ada pula track untuk para pecinta hiking dengan waktu tempuh empat jam berjalan kaki untuk menikmati pemandangan dari bukit satu ke bukit lainnya.
Humas World Wide Fund (WWF) for Nature di Kaltim, Sri Jimmy Kustini mengatakan, kini banyak hutan lindung yang menjadi tempat wisata pendidikan atau penelitian. WWF mendampingi masyarakat sekitar untuk melindungi hutan mereka jangan sampai dieksploitasi oleh kepentingan tertentu.
Karena hampir di sepanjang Sungai Mahakam, pepohonan sudah dibabat habis karena alih fungsi. Tanah pun tidak bisa lagi menyerap air sehingga sering terjadi erosi.