Sarung Tenun Khas Bugis Memiliki Banyak Filosofi

by

Pulau Sulawesi memiliki keragaman wastra yang sangat besar. Hal ini ditinjau dari segi teknik hias maupun bahan dasarnya.

Berbagai teknik hias wasta ditemukan di Sulawesi mulai dari tenun sederhana, ikat lungsi, ikat pakan, ikat gabungan, pakan tambahan, tapestri, rintang warna, lukis, hingga sulaman.

Variasi wastra yang paling besar dijumpai berada di Sulawesi Selatan yakni Bugis. Wastra tersebut terbuat dari sutera berwarna cerah dengan menggunakan teknik tenun pakan tambahan.

Teknik tersebut juga pernah dibuat di sekitar Pulau Bira dan Selayar yang diaplikasikan pada selimut berukuran besar yang disebut Kalimbu Gambara Subi. Terdapat wastra sakral yang digunakan untuk upacara adat oleh masyarakat Toraja, seperti Sarita dan Ma’a di mana pembuatannya menggunakan teknik rintang warna dan cap dari kayu.

Selain itu, ada pula Roto yang dibuat dengan teknik jumputan dari bahan kapas pintal tangan dan pewarna alam. Uniknya, masyarakat di pedalaman Sulawesi Tengah tidak mengenal teknik menenun sehingga mereka membuat wastra dari kulit kayu dengan cara ditempa menggunakan alat pemukul dari kayu dan dihiasi oleh lukisan tangan.

Wastra yang ada di Sulawesi memiliki banyak ragam dan tidak bisa disebutkan jumlahnya. Kebanyakan orang lebih mengenal wastra dari Sulawesi karena bahannya yang terbuat dari sutera tapi di beberapa kota ada juga menggunakan material dari kulit kayu dengan teknik berbeda.

Dalam perkembangannya, masyarakat Bugis yang menetap di Donggala mengembangkan tenun Bugis yang disesuaikan dnegan lingkungan setempat. Berbeda dari daerah lain, tradisi menenun di Sulawesi Utara cepat sekali menghilang.

Teknik ikat lungsi dan lompat lungsi pernah dibuat di Sulawesi Utara hingga akhir abad ke-19. Kemudian untuk kepulauan Sangir – Talaud pernah membuat wastra yang ditenun dari serat pisang dengan teknik tenun sederhana dan pakan tambahan hingga abad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *